Bareskrim Polri Dorong Kampus Jadi Wilayah Bebas dari Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Kampus sebagai ruang akademik seharusnya menjadi tempat yang aman, bebas dari segala bentuk kekerasan, terutama terhadap kelompok rentan seperti perempuan dan anak. Namun kenyataan di lapangan masih menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual, diskriminasi gender, dan pelecehan verbal maupun fisik masih kerap terjadi di lingkungan pendidikan tinggi di Indonesia.
Bareskrim Polri Dorong Kampus Jadi Wilayah Bebas dari Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Kondisi tersebut mendorong Bareskrim Polri untuk mengambil langkah tegas dengan mendorong agar kampus-kampus menjadi Wilayah Bebas dari Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. Inisiatif ini bertujuan untuk menghapus praktik kekerasan di dunia pendidikan dan memastikan bahwa setiap individu di lingkungan kampus merasa aman dan terlindungi, terutama perempuan dan anak-anak.
Bentuk Kekerasan yang Masih Terjadi di Kampus
Kekerasan di lingkungan kampus dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik secara langsung maupun terselubung. Berikut beberapa bentuk kekerasan yang umum terjadi:
-
Kekerasan seksual, seperti pelecehan verbal, sentuhan fisik tanpa persetujuan, atau pemaksaan hubungan seksual oleh dosen, senior, atau sesama mahasiswa.
-
Perundungan dan diskriminasi, baik dalam konteks akademik maupun sosial, seperti body shaming, intimidasi terhadap mahasiswa baru, dan pengucilan karena identitas gender.
-
Kekerasan verbal, berupa hinaan, makian, atau ujaran kebencian yang menjatuhkan mental korban.
-
Eksploitasi, termasuk pemaksaan dalam kegiatan kampus atau organisasi, bahkan dalam beberapa kasus, eksploitasi ekonomi terhadap mahasiswa perempuan.
Sayangnya, sebagian besar kasus ini tidak pernah sampai ke proses hukum karena adanya budaya bungkam (silence culture), ketakutan akan stigma, serta kurangnya sistem pelaporan yang aman dan berpihak pada korban.
Bareskrim Polri Ambil Langkah Progresif
Sebagai respons atas banyaknya kasus kekerasan yang tidak tertangani dengan baik di kampus, Bareskrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Umum dan khususnya Subdit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) mendorong kerja sama lintas sektor untuk menciptakan kampus yang bebas kekerasan.
Beberapa langkah konkret yang dilakukan antara lain:
-
Menjalin kemitraan dengan perguruan tinggi dan Kementerian Pendidikan untuk menyusun kebijakan internal kampus yang berpihak pada korban kekerasan.
-
Menyediakan kanal pelaporan terintegrasi, yang memudahkan mahasiswa dan staf kampus melapor tanpa harus mengalami tekanan sosial atau akademik.
-
Memberikan pelatihan kepada pihak kampus dan Satgas PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) mengenai penanganan kasus berbasis hak korban.
-
Membentuk satuan tugas kampus-Polri, yang memungkinkan penyelidikan kasus dilakukan dengan cepat dan transparan.
Upaya Pencegahan Lewat Edukasi dan Sosialisasi
Pencegahan merupakan kunci dalam mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di kampus. Oleh karena itu, Bareskrim Polri juga aktif menginisiasi program edukasi, termasuk:
-
Seminar dan dialog terbuka tentang kekerasan berbasis gender
-
Pendidikan hukum dan HAM bagi mahasiswa
-
Sosialisasi pentingnya persetujuan (consent) dalam hubungan interpersonal
-
Pelatihan kepada dosen, staf kampus, dan mahasiswa tentang deteksi dini kekerasan
Edukasi ini dirancang untuk membangun kesadaran kolektif bahwa kekerasan dalam bentuk apa pun tidak boleh ditoleransi di lingkungan pendidikan.
Kerja Sama dengan Satgas PPKS dan Kementerian Terkait
Sejak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi, Bareskrim Polri memperkuat kolaborasi untuk mendukung penerapan kebijakan tersebut.
Bareskrim mendukung Satgas PPKS di berbagai kampus dengan:
-
Memberikan pelatihan investigasi kasus kekerasan
-
Mendampingi korban selama proses hukum
-
Menghindari reviktimisasi dalam proses penyidikan
-
Menjaga kerahasiaan identitas korban dan pelapor
Pendekatan ini bertujuan untuk membangun sistem keadilan yang ramah terhadap korban dan responsif terhadap gender, sejalan dengan prinsip penegakan hukum modern.
Perlindungan Hukum untuk Korban
Korban kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya di kampus memiliki hak perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam beberapa regulasi, seperti:
-
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
-
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
-
KUHP dan KUHAP
-
Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021
Bareskrim memastikan bahwa penanganan kasus kekerasan di kampus tidak berhenti pada sanksi administratif, tetapi juga dapat dibawa ke ranah pidana jika terbukti melanggar hukum.
Tantangan di Lapangan
Meski upaya sudah banyak dilakukan, sejumlah tantangan masih menghambat penanganan kekerasan di kampus, seperti:
-
Budaya patriarki yang masih menganggap perempuan sebagai pihak lemah dan harus diam
-
Kurangnya pelaporan akibat rasa malu, takut nilai kuliah terganggu, atau ancaman sosial
-
Stigma terhadap korban, yang membuat mereka disalahkan atau dikucilkan
-
Kurangnya pendamping profesional, seperti psikolog dan paralegal kampus
Bareskrim Polri mendorong agar kampus menyediakan pusat layanan terpadu, termasuk unit konseling dan pendampingan hukum bagi korban.
Mewujudkan Kampus Aman untuk Semua
Upaya Bareskrim Polri dalam mendorong kampus menjadi wilayah bebas kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah langkah progresif yang layak diapresiasi. Namun, keberhasilan inisiatif ini sangat bergantung pada:
-
Komitmen pimpinan kampus
-
Keterlibatan aktif mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan
-
Kolaborasi antara aparat hukum, kementerian, dan masyarakat sipil
Semakin banyak pihak yang terlibat, maka semakin besar peluang untuk menciptakan lingkungan kampus yang benar-benar aman, adil, dan inklusif bagi seluruh civitas akademika.
Baca juga:Polisi Sebut Penjambret Ibu Didiet Maulana Lepas Pelat Motor saat Beraksi
Kesimpulan
Bareskrim Polri terus berperan aktif dalam penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya di lingkungan kampus. Melalui pendekatan hukum, edukasi, dan kolaborasi dengan institusi pendidikan serta kementerian terkait, Polri berupaya menciptakan sistem yang berpihak pada korban dan menindak tegas pelaku.
Kampus sebagai tempat lahirnya generasi intelektual bangsa harus menjadi contoh dalam menciptakan ruang aman bagi semua kalangan. Dengan kerja sama semua pihak, Indonesia bisa memiliki kampus-kampus yang benar-benar bebas dari kekerasan, tempat belajar yang aman, dan tempat tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan.