Kisruh Mutasi Letjen Kunto, Panglima TNI Disebut Lakukan Pembangkangan


Categories :

Kisruh Mutasi Letjen Kunto, Panglima TNI Disebut Lakukan Pembangkangan

Mutasi jabatan di lingkungan militer biasanya berlangsung tenang dan tertutup. Namun kisruh yang melibatkan mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo justru menjadi konsumsi publik setelah sejumlah pengamat dan media menyebut adanya dugaan pembangkangan oleh Panglima TNI terhadap keputusan yang seharusnya berasal dari Presiden. Situasi ini memunculkan pertanyaan serius: sejauh mana otonomi TNI terhadap otoritas sipil, dan apakah ini sinyal krisis kepemimpinan di tubuh militer?

Kisruh Mutasi Letjen Kunto, Panglima TNI Disebut Lakukan Pembangkangan
Kisruh Mutasi Letjen Kunto, Panglima TNI Disebut Lakukan Pembangkangan

Isu ini berpotensi memengaruhi citra institusi pertahanan, dinamika sipil-militer, bahkan stabilitas politik menjelang masa transisi pemerintahan baru di 2024–2025.


Awal Mula Kisruh: Mutasi Tanpa Surat Presiden?

Semua bermula ketika Letjen Kunto Arief Wibowo, perwira tinggi dengan karier cemerlang dan anak dari mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Arie J. Kumaat, dimutasi dari jabatan sebelumnya sebagai Pangkogabwilhan III ke posisi baru. Namun sejumlah sumber menyebut bahwa mutasi ini dilakukan tanpa dasar Keputusan Presiden (Keppres), yang secara konstitusional diperlukan untuk perubahan posisi jenderal bintang tiga.

Dalam struktur hukum TNI, mutasi terhadap jenderal bintang dua ke atas harus melalui persetujuan Presiden sebagai Panglima Tertinggi. Jika benar dilakukan tanpa Keppres, maka ini berarti keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto berpotensi melangkahi kewenangan sipil.


Reaksi Publik dan Pengamat

Isu ini langsung menyedot perhatian berbagai pihak. Sejumlah pengamat militer dan hukum tata negara menilai hal tersebut sebagai bentuk pelanggaran prosedural.

“Jika mutasi dilakukan tanpa Keppres, ini bukan sekadar kesalahan administratif. Ini bisa disebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap otoritas tertinggi negara,” ujar Al Araf, pengamat pertahanan dari Imparsial.

Di media sosial, perbincangan pun ramai. Sebagian warganet mempertanyakan apakah ini bentuk konflik internal di tubuh TNI, sementara sebagian lain menduga ada motif politik di balik keputusan tersebut.


Klarifikasi Pihak TNI

Pihak Mabes TNI merespons cepat isu ini. Melalui Kepala Pusat Penerangan TNI, mereka menyatakan bahwa proses mutasi telah mengikuti mekanisme internal sesuai Peraturan Panglima TNI dan menyebut belum adanya Keppres karena proses administrasi yang sedang berjalan.

Namun pernyataan ini justru menimbulkan interpretasi ganda. Apakah artinya mutasi telah diumumkan meski Keppres belum ditandatangani? Jika iya, maka hal itu tetap menyalahi aturan. Mutasi perwira tinggi tanpa dasar hukum sah dapat dianggap tidak sah secara formal.


Siapa Letjen Kunto Arief Wibowo?

Letjen Kunto bukan nama baru dalam struktur militer Indonesia. Ia dikenal sebagai sosok profesional, tenang, dan memiliki catatan prestasi panjang. Selain sebagai anak dari tokoh militer senior, ia juga memiliki rekam jejak yang kuat:

  • Pernah menjabat Pangdam III/Siliwangi

  • Pangkogabwilhan III – memimpin wilayah operasi penting di Papua

  • Memiliki reputasi baik dalam pendekatan humanis dan moderat

Kariernya yang stabil dan tidak kontroversial membuat publik bertanya-tanya: mengapa nama sekelas Kunto menjadi pusat dari konflik prosedural? Apakah ini sekadar soal administratif, atau ada friksi kekuasaan yang lebih besar di tubuh militer?


Isu Pembangkangan atau Salah Kelola?

Istilah “pembangkangan” muncul di berbagai tajuk berita, tetapi maknanya perlu diteliti hati-hati. Dalam konteks militer, pembangkangan berarti pelanggaran terhadap rantai komando atau pengabaian instruksi atasan.

Namun jika Panglima TNI menjalankan mutasi tanpa menunggu Keppres karena anggapan urgensi atau asumsi persetujuan akan turun, maka itu masuk kategori maladministrasi, bukan pembangkangan langsung.

Tetap saja, dalam sistem demokrasi dan supremasi sipil, tindakan semacam ini dianggap berbahaya. Sekecil apa pun pelanggaran prosedur di institusi militer dapat mengancam tatanan sipil-militer yang sehat.


Konteks Politik: Transisi Kekuasaan dan Dinamika Elite

Perlu dicatat bahwa isu ini muncul dalam masa transisi pemerintahan, di mana Prabowo Subianto telah terpilih sebagai presiden, sementara Presiden Jokowi masih memegang kendali formal hingga pelantikan Oktober mendatang.

Beberapa analis menyebut bahwa kisruh ini bisa terkait:

  • Upaya menyusun ulang peta kekuasaan militer menjelang pemerintahan baru

  • Persaingan antar faksi militer lama dan baru

  • Manuver untuk menempatkan figur loyal di posisi strategis sebelum kabinet baru terbentuk

Meski belum ada bukti konkrit soal campur tangan politik, suasana penuh tarik ulur ini berpotensi memunculkan ketegangan di tubuh TNI jika tidak segera diredam.


Tanggapan Pemerintah dan Istana

Pihak Istana sejauh ini masih irit bicara. Beberapa juru bicara hanya menyebut bahwa semua keputusan mutasi perwira tinggi harus mendapat persetujuan Presiden.

Presiden Jokowi, dalam kesempatan terpisah, menyampaikan bahwa dirinya selalu menghormati profesionalisme TNI, namun tidak akan mentolerir pelanggaran prosedur hukum. Ini sinyal bahwa pemerintah ingin menyelesaikan kisruh ini tanpa memperkeruh situasi politik nasional.


Apa Dampaknya terhadap Citra TNI?

Kisruh ini, jika tidak segera diselesaikan, bisa berdampak jangka panjang:

  1. Merusak kepercayaan publik terhadap profesionalisme TNI

  2. Menimbulkan kekacauan internal dalam tubuh militer

  3. Memicu spekulasi politik dan manuver elite

  4. Memperlemah prinsip supremasi sipil atas militer

TNI modern yang profesional adalah yang tunduk pada konstitusi dan hukum, bukan yang bergerak di balik panggung kekuasaan tanpa kontrol.


Langkah yang Diperlukan ke Depan

Agar kisruh ini tidak berlarut-larut, beberapa langkah penting harus diambil:

  • Klarifikasi resmi dari Panglima TNI dan Presiden terkait status Keppres

  • Evaluasi terhadap prosedur mutasi di lingkungan militer

  • Penguatan mekanisme pengawasan sipil terhadap kebijakan strategis TNI

  • Pendidikan internal di tubuh TNI tentang prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum

Baca juga:Aksi Reyhan di Jalanan Berakhir di Tangan Polisi


Kesimpulan

Kisruh mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo membuka bab baru dalam diskusi sipil-militer di Indonesia. Isu ini menunjukkan bahwa transparansi dan akuntabilitas di institusi militer tetap menjadi pekerjaan rumah, bahkan di era demokrasi yang telah berjalan dua dekade lebih.

Apakah ini pembangkangan, kesalahan administratif, atau bagian dari manuver kekuasaan, waktu yang akan membuktikan. Yang jelas, TNI sebagai garda pertahanan negara harus menjaga integritasnya—dan itu dimulai dari taat prosedur dan menghormati struktur hukum yang berlaku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *