Tak Terima Istrinya Dilirik Saat Belanja, Pria di Labura Ancam Teman Pakai Parang


Categories :

Tak Terima Istrinya Dilirik Saat Belanja, Pria di Labura Ancam Teman Pakai Parang

Sebuah insiden yang menggemparkan terjadi di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Sumatera Utara, ketika seorang pria nekat mengancam temannya sendiri menggunakan parang.

Peristiwa ini terjadi lantaran pelaku merasa istrinya dilirik secara tidak pantas oleh korban saat sedang berbelanja di pasar tradisional. Tindakan impulsif dan emosional ini nyaris berbuntut kekerasan fisik, dan kini kasus tersebut tengah ditangani pihak kepolisian setempat.

Tak Terima Istrinya Dilirik Saat Belanja, Pria di Labura Ancam Teman Pakai Parang
Tak Terima Istrinya Dilirik Saat Belanja, Pria di Labura Ancam Teman Pakai Parang

Tak Terima Istrinya Dilirik Saat Belanja, Pria di Labura Ancam Teman Pakai Parang

Peristiwa bermula pada awal Mei 2025, di sebuah pasar rakyat yang cukup ramai di wilayah Aek Kanopan, Labura. Istri pelaku diketahui tengah berbelanja kebutuhan rumah tangga saat bertemu dengan korban — seorang pria yang juga dikenal sebagai teman lama suaminya. Menurut saksi mata, korban sempat menyapa dengan senyum dan mengangguk, tindakan yang secara umum dianggap biasa dalam interaksi sosial.

Namun, pelaku yang kebetulan melihat interaksi tersebut dari kejauhan menganggap sapaan itu sebagai bentuk perhatian yang berlebihan. Didorong oleh rasa curiga dan cemburu, ia langsung mengonfrontasi korban usai kejadian. Adu argumen sempat terjadi di lokasi, namun sempat dilerai oleh warga sekitar.


Emosi Memuncak, Parang Dikeluarkan

Sayangnya, amarah pelaku tak berhenti di sana. Beberapa jam setelah kejadian di pasar, pelaku mendatangi rumah korban sambil membawa sebilah parang. Ia berteriak-teriak di depan rumah korban, menantangnya keluar, dan mengancam akan melukai jika kembali berani melirik atau mendekati istrinya. Kejadian itu membuat geger warga sekitar dan menyebabkan ketakutan, terutama karena pelaku membawa senjata tajam secara terbuka.

Beruntung, korban tidak sedang berada di rumah pada saat itu, sehingga konfrontasi fisik tidak terjadi. Keluarga korban yang merasa terancam segera melapor ke kepolisian sektor (Polsek) setempat untuk penanganan lebih lanjut.


Polisi Bergerak Cepat Amankan Pelaku

Setelah menerima laporan dari warga, pihak Polsek Labura langsung mendatangi lokasi dan mengamankan pelaku tanpa perlawanan. Dalam pemeriksaan awal, pelaku mengaku emosi karena merasa dilecehkan secara tidak langsung melalui cara pandang korban terhadap istrinya.

Pelaku kini telah diamankan untuk proses hukum lebih lanjut. Barang bukti berupa parang turut disita, dan pelaku terancam dijerat Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan pengancaman serta Pasal 2 UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam tanpa izin.


Tanggapan Warga: Terkejut dan Menyayangkan

Warga sekitar yang mengenal pelaku dan korban mengaku sangat terkejut dengan insiden ini. Keduanya dikenal cukup akrab dan bahkan pernah bekerja sama dalam kegiatan kemasyarakatan. Salah satu tetangga menyebutkan bahwa pelaku memang dikenal mudah tersulut emosi, terutama jika menyangkut keluarga.

Banyak warga menyayangkan bahwa persoalan sepele seperti tatapan mata di pasar bisa berujung pada tindakan ancaman kekerasan yang membahayakan.


Perspektif Psikolog: Cemburu Buta dan Kurangnya Komunikasi

Psikolog klinis dari Medan, dr. Fitri Amalia, M.Psi, menyatakan bahwa kasus ini merupakan contoh cemburu patologis atau cemburu buta, di mana seseorang merasa sangat terancam meskipun belum ada bukti objektif. Menurutnya, rasa cemburu adalah hal yang wajar dalam hubungan, namun ketika tidak disalurkan secara sehat, dapat berubah menjadi perilaku agresif.

Ia menambahkan bahwa komunikasi antara suami dan istri sangat penting. Jika pelaku memiliki kecurigaan, seharusnya dibicarakan secara terbuka dengan pasangan, bukan menuduh dan mengancam orang lain tanpa dasar kuat.


Ancaman Kekerasan Domestik dan Maskulinitas Toksik

Kasus ini juga menjadi refleksi dari isu sosial yang lebih luas, yaitu maskulinitas toksik, di mana pria merasa harus mempertahankan harga diri dan “kepemilikan” atas pasangannya melalui kekerasan atau intimidasi. Tindakan pelaku yang membawa senjata tajam di ruang publik bisa berujung fatal dan mencerminkan ketidakmampuan dalam mengelola emosi dan kecemburuan.

Menurut aktivis perempuan lokal, kejadian ini seharusnya menjadi pemicu untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya edukasi emosional dalam rumah tangga dan masyarakat.


Penanganan Hukum dan Upaya Damai

Saat ini pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan lanjutan. Pelaku diketahui sudah menyampaikan penyesalan dan berencana meminta maaf kepada korban dan keluarganya. Namun, karena unsur pidana tetap ada, proses hukum akan tetap berjalan. Jika korban memilih untuk mencabut laporan atau memilih jalur damai, itu akan menjadi pertimbangan dalam proses penyelesaian perkara.

Kapolsek Labura, dalam keterangannya, menyatakan bahwa tidak ada toleransi terhadap penggunaan senjata tajam di ruang publik, apalagi dalam konteks ancaman. “Kami tetap akan proses hukum sampai jelas, agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya.


Upaya Pencegahan Kasus Serupa

Untuk mencegah kejadian serupa terulang, beberapa tokoh masyarakat di Labura menyerukan pentingnya:

  • Pendidikan emosional di tingkat keluarga

  • Penyuluhan hukum terkait senjata tajam dan kekerasan

  • Forum komunikasi antarwarga sebagai ruang penyelesaian masalah secara damai

  • Pemantauan oleh aparat desa terhadap warga yang memiliki potensi melakukan tindakan berbahaya

Baca juga:Pemilik Pabrik Ekstasi Medan Tetap Divonis Mati, Istri 20 Tahun Bui


Kesimpulan: Cemburu Tidak Selalu Alasan yang Dibenarkan

Insiden pria yang mengancam temannya dengan parang karena istrinya dilirik di pasar bukan hanya soal kecemburuan biasa. Ini mencerminkan persoalan mendalam soal ketidakstabilan emosi, komunikasi dalam rumah tangga, serta kekeliruan dalam menyalurkan kemarahan.

Masyarakat perlu belajar bahwa rasa cinta dan protektif tidak harus ditunjukkan dengan kekerasan. Justru, pengendalian diri, komunikasi terbuka, dan sikap saling percaya jauh lebih penting dalam menjaga keharmonisan, baik dalam hubungan rumah tangga maupun antar sesama manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *