Aniaya ART di Jaktim, Dokter dan Istri Berdalih Kecewa atas Kinerja Korban


Categories :

Aniaya ART di Jaktim, Dokter dan Istri Berdalih Kecewa atas Kinerja Korban

Jakarta – Kasus penganiayaan terhadap Asisten Rumah Tangga (ART) kembali mencuat di kawasan Jakarta Timur. Seorang dokter berinisial DR dan istrinya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kekerasan fisik terhadap ART mereka, seorang perempuan muda berinisial MS. Peristiwa tersebut mengundang perhatian luas publik, terutama karena pelaku merupakan sosok yang seharusnya memahami prinsip kemanusiaan dan kesehatan.

Kronologi Kejadian

Kejadian bermula saat MS yang telah bekerja selama kurang lebih lima bulan di rumah pasangan tersebut mengaku kerap menerima perlakuan kasar. Menurut pengakuannya, kekerasan tidak hanya berupa makian, tetapi juga pukulan dan perlakuan tidak layak secara fisik. Salah satu insiden terjadi pada awal April, di mana korban dipukul dengan benda tumpul hingga mengalami luka di bagian tangan dan punggung.

Aniaya ART di Jaktim, Dokter dan Istri Berdalih Kecewa atas Kinerja Korban
Aniaya ART di Jaktim, Dokter dan Istri Berdalih Kecewa atas Kinerja Korban

Korban akhirnya melarikan diri dan mengadu ke tetangga yang kemudian membawanya ke pihak kepolisian. Dari laporan tersebut, polisi bergerak cepat melakukan penyelidikan dan menetapkan DR dan istrinya sebagai tersangka.

Alasan Pelaku: “Kami Kecewa”

Saat diperiksa, pelaku berdalih bahwa tindakan kasar tersebut dipicu oleh rasa kecewa terhadap kinerja ART mereka. Sang istri menyebut MS sering melakukan kesalahan dalam mengurus rumah tangga dan dianggap tidak disiplin. Namun alasan tersebut dinilai tidak relevan oleh banyak pihak, termasuk aktivis perempuan dan anak.

Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly menyatakan bahwa meskipun ada keluhan terhadap kinerja ART, itu bukan alasan untuk melakukan kekerasan fisik. “Kalau merasa tidak cocok, seharusnya bisa diselesaikan secara baik-baik. Kekerasan bukan solusi,” ujarnya.

Baca juga:Di Tengah Penolakan Indonesia Pastikan Evakuasi Warga Gaza Bersifat Sementara

Proses Hukum Berjalan

Kepolisian telah mengamankan barang bukti berupa rekaman CCTV di rumah pelaku, visum korban, serta testimoni dari tetangga sekitar yang sempat mendengar teriakan korban. Keduanya kini telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 44 UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga turut turun tangan dalam memberikan pendampingan terhadap korban. MS kini berada di rumah aman dan mendapat bantuan hukum serta psikologis.

Reaksi Publik dan Aktivis

Peristiwa ini mendapat sorotan tajam dari warganet dan organisasi masyarakat sipil. Banyak yang mempertanyakan integritas moral seorang dokter yang justru melakukan kekerasan. Aktivis kemanusiaan menilai kasus ini sebagai contoh nyata pentingnya perlindungan terhadap pekerja rumah tangga, yang selama ini kerap terpinggirkan dan rentan mengalami kekerasan di tempat kerja mereka.

“Kita sudah berkali-kali mendengar kasus serupa. Sayangnya, banyak yang tidak terekspos atau diselesaikan di luar jalur hukum karena posisi ART sering dianggap lemah. Pemerintah perlu segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga,” ujar Nursyahbani Katjasungkana, pegiat hak asasi manusia.

Perlunya Kesadaran dan Regulasi

Kasus ini menyoroti pentingnya edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat bahwa pekerja rumah tangga berhak atas perlindungan hukum dan hak asasi manusia yang sama seperti pekerja formal lainnya. Dalam banyak kasus, posisi ART yang tinggal serumah dengan majikan membuat mereka rentan terhadap eksploitasi.

Pemerintah diharapkan lebih aktif dalam mempercepat pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan memastikan setiap kasus kekerasan ditangani secara serius.

Penutup

Kekerasan terhadap ART bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan. Tidak ada alasan apapun yang dapat membenarkan tindakan menyakiti orang lain, apalagi dalam lingkup rumah tangga dan pekerjaan. Kasus ini semestinya menjadi cermin bagi masyarakat untuk memperlakukan setiap individu, apa pun latar belakang dan pekerjaannya, dengan adil dan bermartabat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *