ART di Jaktim Dokter dan Istri Berdalih Kecewa atas Kinerja Korban


Categories :

ART di Jaktim Dokter dan Istri Berdalih Kecewa atas Kinerja Korban

Sebuah kasus kekerasan dalam rumah tangga kembali mengemuka di Jakarta Timur. Seorang dokter dan istrinya diduga melakukan pekerjaan terhadap asisten rumah tangga (ART)

yang telah bekerja di kediaman mereka selama beberapa bulan. Kasus ini menimbulkan sorotan publik, bukan hanya karena pelaku berasal dari kalangan profesional terdidik, tetapi juga karena dalih yang disampaikan kepada penyidik: kecewa terhadap kinerja korban .

Aniaya ART di Jaktim, Dokter dan Istri Berdalih Kecewa atas Kinerja Korban
Aniaya ART di Jaktim, Dokter dan Istri Berdalih Kecewa atas Kinerja Korban

Kepolisian Resor Jakarta Timur kini telah menetapkan pasangan tersebut sebagai tersangka. Proses penyelidikan terus bergulir, sementara korban yang mengalami luka fisik dan trauma psikologis sedang dalam pemulihan.

ART di Jaktim Dokter dan Istri Berdalih Kecewa atas Kinerja Korban

Kasus ini pun memicu diskusi nasional terkait perlindungan pekerja domestik dan perlunya penguatan hukum atas tindakan kekerasan dalam lingkungan rumah tangga.


Kronologi Kejadian

Berdasarkan informasi dari pihak kepolisian, kejadian bermula ketika korban, yang berinisial NA (22 tahun) , melaporkan tindakan kekerasan fisik dan verbal yang dialaminya selama bekerja di rumah majikannya, yang diketahui berprofesi sebagai dokter spesialis dan seorang ibu rumah tangga.

Korban bekerja sebagai asisten rumah tangga sejak awal Januari 2025 di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Selama dua bulan bekerja, korban mengaku sering dimarahi, ditekan secara psikologis

dan pada beberapa kesempatan bahkan dikalahkan oleh majikannya. Bentuk kekerasan yang dialami termasuk mogok, cubitan keras, dan penarikan rambut .

NA memutuskan untuk melarikan diri dan melapor ke kepolisian setelah mengalami luka memar di lengan dan wajah

serta mendapat ancaman verbal yang membuatnya merasa tidak aman. Pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga mendampingi korban untuk mendapatkan perlindungan dan pemulihan.


Penetapan Tersangka dan Proses Hukum

Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Aryo Duta, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap pelaku dan Saksi-saksi, serta mengantongi bukti visum dari rumah sakit.

erdasarkan bukti yang cukup, pasangan suami istri tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Kami menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini. Keduanya dikenakan pasal dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), dan proses penyidikan masih terus berlangsung,” jelas Kapolres.

Para tersangka dikenai Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT , dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun atau denda hingga Rp15 juta. Saat keduanya tidak ditahan, namun dikenai wajib lapor dan sedang menjalani pemeriksaan lanjutan.


Dalih Pelaku: “Kami Kecewa dengan Kinerja ART”

Dalam pemeriksaan awal, kedua tersangka berdalih bahwa tindakan mereka merupakan bentuk “teguran keras” atas kinerja korban yang dianggap tidak sesuai harapan. Sang istri, yang berperan sebagai pemberi tugas langsung kepada NA

menyebut bahwa korban sering lalai dalam tugas seperti tidak membersihkan rumah dengan baik, bangun kesiangan, dan kurang inisiatif.

Namun, pembenaran tersebut tidak diterima oleh peneliti, mengingat bahwa alasan apa pun tidak dapat dijadikan contoh

dasar untuk melakukan kekerasan fisik. LBH Jakarta bahkan menyatakan bahwa dalih ini tepatnya posisi pelaku karena menunjukkan kurang penyesalan.

“Kekerasan bukanlah cara untuk menyelesaikan masalah rumah tangga atau hubungan kerja. Dalih mengecewakan tidak bisa membenarkan tindakan pemukulan,” ujar pengacara korban, Yuli Fitria dari LBH Jakarta.


Kondisi Korban dan Pendampingan Hukum

Korban saat ini dalam kondisi stabil namun masih mengalami trauma. Ia kini berada di rumah perlindungan milik pemerintah DKI Jakarta dan mendapatkan pendampingan psikologis. Tim pendamping menyatakan bahwa korban kerap terbangun malam karena mimpi buruk dan merasa takut saat melihat sosok pria dewasa.

LBH Jakarta dan beberapa organisasi pembela hak pekerja rumah tangga mendesak agar kasus ini diselesaikan secara transparan dan menyeluruh. Mereka meminta agar aparat tidak hanya memproses pelaku secara pidana

tetapi juga memperhatikan hak-hak korban seperti pemulihan, pemulihan mental, dan jaminan keselamatan.


Tanggapan Publik dan Kecaman dari Netizen

Kasus ini menyita perhatian luas dari masyarakat. Banyak netizen yang menyanyangkan bahwa pelaku berasal dari kalangan profesional yang seharusnya lebih memahami etika dan nilai kemanusiaan. Tagar seperti #StopKekerasanART , #LindungiPekerjaRumahTangga , dan #HukumAdilUntukKorban ramai di media sosial.

Banyak juga yang menyoroti lemahnya perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga, yang sering kali tidak dilindungi oleh Undang-Undang Ketenagakerjaan karena statusnya berada dalam ranah privat.

“Sudah saatnya kita memiliki UU Perlindungan PRT yang kuat. Kasus seperti ini terlalu sering terjadi dan banyak yang tidak terungkap,” tulis seorang pengguna Twitter.


Urgensi Regulasi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga

Kasus ini kembali memperkuat desakan agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera disahkan.

RUU tersebut telah lama dibahas namun belum menjadi undang-undang. Padahal, jutaan pekerja rumah tangga di Indonesia rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan, baik fisik maupun psikologis.

RUU PPRT mencakup hak-hak pekerja seperti kontrak kerja tertulis, jam kerja yang jelas, jaminan kesehatan, upah layak, hingga perlindungan dari penerimaan dan kekerasan. Para aktivisme berharap pemerintah dan DPR segera menjadikan ini sebagai prioritas.

Baca juga: Jejak Jahat Dokter Cabul Garut Demi Puaskan Syahwat


Langkah Pemerintah dan Kementerian Sosial

Kementerian Sosial (Kemensos) telah menyatakan komitmennya untuk memberikan pendampingan terhadap korban serta mendorong penyelesaian kasus secara adil. Menteri Sosial Tri Rismaharini menegaskan negara tidak boleh membiarkan praktik kekerasan terhadap pekerja rumah tangga terus terjadi.

“Kami akan kawal korban dan keluarga. Kekerasan dalam bentuk apa pun tidak bisa ditoleransi,” kata Risma.

Kemensos juga bekerja sama dengan kepolisian dan dinas sosial untuk memberikan dukungan jangka panjang kepada korban, termasuk pelatihan keterampilan jika dibutuhkan.


Kesimpulan: Kekerasan Tidak Pernah Bisa Dibenarkan

Kasus serupa terhadap asisten rumah tangga oleh dokter dan istrinya di Jakarta Timur menjadi peringatan keras bahwa kekerasan dalam bentuk apa pun tidak boleh dianggap remeh, apalagi dapat dibenarkan dengan alasan yang mengecewakan atau kekesalan.

Tindakan seperti ini mencerminkan kurangnya empati dan pemahaman terhadap hak-hak dasar manusia. Di tengah sorotan publik, masyarakat berharap aparat penegak hukum menerapkannya secara adil dan transparan, sekaligus memberikan perlindungan maksimal terhadap korban.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *