Sekar Arum Terlibat Kasus Uang Palsu, Polisi Akan Koordinasi dengan Istiqlal

Sekar Arum Terlibat Kasus Uang Palsu, Polisi Akan Koordinasi dengan Istiqlal
Kasus dugaan penggunaan uang palsu kembali mencuat ke publik. Kali ini, nama seorang perempuan bernama
Sekar Arum menjadi sorotan setelah dirinya mengaku telah menggunakan uang palsu saat melakukan infak di Masjid Istiqlal, Jakarta. Pengakuan tersebut menimbulkan keprihatinan dan reaksi cepat dari pihak kepolisian yang kini tengah melakukan pendalaman terhadap kasus ini.
Kepolisian mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan terkait pengakuan Sekar Arum yang menyebut dirinya
telah menginfakkan sejumlah uang yang diduga tidak asli ke dalam kotak amal di Masjid Istiqlal. Untuk memastikan kebenaran pernyataan tersebut, aparat penegak hukum menyatakan akan segera berkoordinasi langsung dengan pengelola Masjid Istiqlal.

Awal Mula Pengakuan Sekar Arum
Kasus ini mencuat ke publik setelah pernyataan viral dari Sekar Arum beredar di media sosial. Dalam pernyataan tersebut
ia menyebutkan bahwa dirinya secara sadar telah menggunakan uang palsu untuk infak. Sekar mengklaim bahwa tindakan itu dilakukan tanpa motif jahat, melainkan sebagai bentuk “percobaan sosial”.
Pernyataan ini segera menuai kecaman luas dari masyarakat. Banyak pihak menganggap bahwa tindakan tersebut bukan hanya menyalahi
hukum, tetapi juga mencederai nilai-nilai agama dan kepercayaan publik terhadap kegiatan amal di tempat ibadah.
Tak berselang lama setelah pernyataan tersebut viral, sejumlah laporan masyarakat masuk ke kepolisian.
Akibatnya, kasus ini pun kini dalam penanganan aparat, khususnya dari unit siber dan tindak pidana ekonomi.
Langkah Hukum yang Ditempuh Polisi
Pihak kepolisian menyatakan bahwa saat ini kasus tersebut masih berada dalam tahap penyelidikan awal. Identitas dan pengakuan Sekar Arum sedang diverifikasi, termasuk mengecek apakah yang bersangkutan memang melakukan tindakan sebagaimana yang disampaikannya di media sosial.
Kepala Subdirektorat Kejahatan Ekonomi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol R. Santoso, mengatakan bahwa koordinasi dengan pengelola Masjid Istiqlal akan menjadi langkah krusial dalam mengungkap kebenaran perkara ini.
“Kami akan meminta data rekaman CCTV, laporan pengelolaan infak, serta keterangan dari petugas pengelola kotak amal Masjid Istiqlal. Hal ini penting untuk membuktikan apakah benar uang palsu dimasukkan, serta siapa pelakunya,” ujar Kombes Santoso.
Aspek Hukum Terkait Penggunaan Uang Palsu
Dalam hukum positif Indonesia, penggunaan, peredaran, dan pemalsuan uang termasuk tindak pidana serius. Berdasarkan Pasal 244 hingga Pasal 256 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pelaku pemalsuan uang dapat dikenai hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Selain itu, apabila terbukti bahwa pelaku dengan sengaja mengedarkan atau membelanjakan uang palsu, maka sanksi hukum juga akan diberlakukan terhadap tindakan tersebut, terlepas dari tujuan pelaku.
Penggunaan uang palsu, termasuk dalam aktivitas keagamaan seperti infak, tetap dipandang sebagai bentuk pelanggaran hukum yang tidak dapat dibenarkan.
Respons dari Pihak Masjid Istiqlal
Hingga saat ini, pengurus Masjid Istiqlal belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini. Namun, sumber internal menyebut bahwa pihak manajemen masjid menyambut baik rencana kepolisian untuk melakukan koordinasi dan investigasi lebih lanjut.
Sumber tersebut juga menegaskan bahwa pengelolaan dana infak di Masjid Istiqlal dilakukan secara profesional dan transparan
termasuk dengan pemeriksaan rutin terhadap uang yang masuk ke dalam kotak amal.
“Kami rutin melakukan sortir dan pencatatan. Jika ditemukan uang yang mencurigakan, kami laporkan ke otoritas terkait, termasuk
Bank Indonesia dan kepolisian,” kata salah satu pengurus keuangan Istiqlal yang enggan disebutkan namanya.
Baca juga:
Reaksi Publik dan Etika Sosial
Kasus ini memunculkan diskusi hangat di kalangan masyarakat dan pengguna media sosial.
Banyak warganet yang menyayangkan sikap Sekar Arum yang dianggap menjadikan tempat ibadah sebagai lokasi “eksperimen sosial” yang melibatkan unsur pidana.
Beberapa ahli menyebut bahwa apa yang dilakukan, jika benar, bukan hanya persoalan hukum semata, tetapi juga
pelanggaran norma sosial dan etika keagamaan. Menjadikan ibadah dan amal sebagai tempat percobaan dianggap melecehkan nilai-nilai spiritual umat.
Psikolog sosial dari Universitas Indonesia, Dr. Hendra Gunawan, menyatakan bahwa tindakan seperti itu dapat
menimbulkan krisis kepercayaan. “Ketika publik merasa tempat ibadah bisa disalahgunakan seperti ini, maka akan muncul ketakutan dan kecurigaan terhadap keaslian sumbangan atau kelayakan sistem infak,” katanya.
Upaya Pencegahan dan Edukasi Masyarakat
Pihak kepolisian dan pengelola rumah ibadah diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap sistem infak.
Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah penggunaan alat pendeteksi uang palsu di tempat ibadah, serta edukasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati saat berdonasi.
Di sisi lain, masyarakat juga diimbau untuk tidak melakukan eksperimen atau aksi sosial yang menyentuh ranah pidana. Kesadaran hukum dan nilai-nilai sosial
harus terus ditanamkan, terutama di era digital yang memungkinkan seseorang menyebarkan konten secara luas tanpa pertimbangan etis.
Kesimpulan
Kasus pengakuan Sekar Arum yang menyebut telah menggunakan uang palsu dalam infak di Masjid Istiqlal kini menjadi
perhatian publik dan aparat penegak hukum. Kepolisian bergerak cepat dengan menyatakan akan segera melakukan koordinasi dengan pengelola Istiqlal guna memastikan kebenaran pernyataan tersebut.
Jika terbukti bersalah, Sekar Arum terancam pasal-pasal pidana tentang pemalsuan uang, yang dapat dikenakan sanksi berat.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa segala bentuk percobaan sosial yang mengandung unsur hukum tidak bisa ditoleransi, terlebih jika menyangkut tempat ibadah dan dana umat.
Penting bagi semua pihak untuk menjaga integritas sistem infak dan donasi, serta memastikan bahwa nilai-nilai spiritual tetap dijunjung tinggi dalam praktik sosial dan bermedia.