Pemilik Pabrik Ekstasi Medan Tetap Divonis Mati, Istri 20 Tahun Bui
Kasus pabrik ekstasi rumahan di Medan yang terbongkar pada pertengahan tahun 2024 menjadi salah satu peristiwa besar dalam penegakan hukum narkotika di Indonesia.
Di tengah upaya pemerintah memerangi peredaran narkoba, kasus ini menjadi cerminan bahwa produksi dan distribusi zat terlarang masih marak dilakukan secara diam-diam di tengah masyarakat. Proses hukum terhadap para pelaku berakhir dengan vonis berat
Pemilik Pabrik Ekstasi Medan Tetap Divonis Mati, Istri 20 Tahun Bui
termasuk hukuman mati kepada pemilik pabrik, Hendrik Kosumo, serta hukuman penjara selama 20 tahun untuk sang istri, Debby Kent. Berikut ini uraian lengkap mengenai latar belakang kasus, proses penggerebekan, jalannya persidangan, hingga reaksi publik.
Awal Mula Terbongkarnya Pabrik Ekstasi Rumahan
Pada 11 Juni 2024, tim gabungan dari Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri dan Polda Sumatera Utara melakukan penggerebekan terhadap sebuah rumah toko (ruko) di Jalan Kapten Jumhana, Kecamatan Medan Area, Kota Medan. Rumah tersebut ternyata merupakan tempat produksi ekstasi berskala besar yang beroperasi secara terselubung selama lebih dari enam bulan.
Penggerebekan ini dilakukan setelah penyelidikan intensif selama beberapa minggu sebelumnya yang mendeteksi adanya pengiriman bahan kimia mencurigakan ke lokasi tersebut. Dalam operasi itu, petugas menemukan fasilitas produksi ekstasi lengkap, termasuk peralatan laboratorium dan bahan-bahan kimia dalam jumlah besar.
Barang Bukti yang Disita
Dari penggerebekan tersebut, petugas menyita berbagai barang bukti antara lain:
-
635 butir ekstasi siap edar
-
532,92 gram serbuk mephedrone
-
8,96 kilogram bahan kimia padat
-
218,5 liter bahan kimia cair
-
Alat cetak tablet
-
Timbangan digital, reaktor kimia, hingga mixer industri
Pabrik tersebut diketahui memproduksi pil ekstasi yang kemudian diedarkan ke sejumlah diskotek dan tempat hiburan malam di wilayah Sumatera Utara, termasuk Medan, Pematangsiantar, dan Deli Serdang.
Peran Hendrik Kosumo dan Debby Kent
Hendrik Kosumo (41), yang bertindak sebagai pemilik dan operator utama pabrik, terbukti mengendalikan seluruh aktivitas produksi ekstasi, mulai dari pengadaan bahan kimia, peracikan, pencetakan, hingga distribusi. Ia juga diketahui merekrut dan memerintahkan sejumlah orang untuk membantunya dalam operasional pabrik tersebut.
Sementara sang istri, Debby Kent (36), turut terlibat dalam mendampingi aktivitas produksi, membantu pengemasan barang, dan bertindak sebagai penghubung dengan pihak-pihak luar. Meskipun mencoba menyangkal keterlibatan secara langsung, bukti-bukti yang diajukan jaksa menguatkan perannya sebagai bagian integral dari jaringan produksi narkotika tersebut.
Terdakwa Lain dalam Jaringan
Selain Hendrik dan Debby, terdapat tiga terdakwa lainnya yang juga diadili dalam kasus ini:
-
Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (43) – Divonis penjara seumur hidup. Bertugas mencari pembeli dan mendistribusikan ekstasi ke lapangan.
-
Arpen Tua Purba (29) – Divonis 20 tahun penjara. Bertindak sebagai kurir pengantar barang dari pabrik ke konsumen.
-
Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36) – Juga dihukum 20 tahun penjara. Berperan sebagai pemesan dan pembeli tetap ekstasi dari pabrik tersebut.
Kelimanya dinyatakan melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terutama Pasal 113 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) yang berkaitan dengan produksi dan peredaran narkotika golongan I.
Proses Sidang dan Vonis
Sidang perkara ini digelar di Pengadilan Negeri Medan dan berlangsung selama beberapa bulan dengan pengamanan ketat. Pada 6 Maret 2025, majelis hakim menjatuhkan vonis:
-
Hendrik Kosumo: Hukuman mati
-
Debby Kent: 20 tahun penjara
-
Dodi: Penjara seumur hidup
-
Arpen dan Hilda: Masing-masing 20 tahun penjara
Dalam amar putusan, majelis hakim menyebut bahwa perbuatan para terdakwa sangat membahayakan masyarakat dan bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memerangi peredaran narkoba. Tidak ada hal yang meringankan bagi Hendrik, sementara Debby mendapatkan sedikit keringanan karena dianggap kooperatif selama proses hukum.
Banding dan Penguatan Putusan
Setelah putusan pengadilan tingkat pertama, Hendrik Kosumo mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Medan. Namun, pada 7 Mei 2025, permohonan bandingnya ditolak. Pengadilan Tinggi menguatkan vonis mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Medan.
Putusan tersebut tertuang dalam Nomor: 939/PID.SUS/2025/PT MDN. Hakim Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa seluruh unsur dakwaan telah terpenuhi, dan tidak ada alasan hukum yang cukup kuat untuk meringankan hukuman.
Reaksi Publik dan Pemerintah
Kasus ini menyita perhatian publik karena mengungkap fakta bahwa pabrik narkoba bisa beroperasi di permukiman warga dengan kedok rumah tinggal biasa. Banyak warga sekitar mengaku terkejut karena tidak menyangka rumah tersebut dijadikan tempat produksi ekstasi.
Pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional (BNN) memberikan apresiasi atas kerja keras aparat kepolisian dalam mengungkap jaringan tersebut. BNN juga menegaskan akan meningkatkan patroli dan pengawasan terhadap pengadaan bahan kimia yang bisa digunakan sebagai prekursor narkotika.
Implikasi Hukum dan Sosial
Vonis hukuman mati kepada Hendrik Kosumo merupakan peringatan keras dari pengadilan kepada siapa pun yang mencoba mengedarkan narkoba dalam skala besar. Peredaran narkoba jenis ekstasi tidak hanya merusak fisik, tetapi juga kesehatan mental, moral, dan keamanan generasi muda.
Hukuman 20 tahun bagi sang istri dan rekan-rekan lainnya juga menunjukkan bahwa keterlibatan apa pun dalam jaringan narkotika, sekecil apa pun, akan berhadapan dengan konsekuensi hukum yang berat.
Baca juga:Koalisi Sipil Desak Panglima Cabut Perintah TNI Amankan Kejati-Kejari
Penutup: Perang Panjang Melawan Narkoba
Kasus Hendrik Kosumo menjadi satu dari banyak kisah nyata tentang bagaimana narkotika bisa menjerat siapa saja dan menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat. Dengan vonis tegas dan proses hukum yang transparan, diharapkan keadilan dapat ditegakkan dan menjadi efek jera bagi pelaku lainnya.
Masyarakat juga dihimbau untuk aktif melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitar, sebagai bentuk partisipasi dalam memerangi peredaran narkoba. Karena perang melawan narkoba bukan hanya tugas polisi dan pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab kita semua.